Diseminasi Teknologi Pengendalian Lalat Buah Pada Tanaman Cabai dengan Pestisida Nabati
Penanggung Jawab:
Prof. Dr. Tati Suryati Syamsudin, DEA.
Nomor Pegawai:
195703261983032001
Email Penanggung Jawab:
Tahun Pelaksanaan:
2016
Sumber Pembiayaan:
ITB
Informasi Tim Pelaksana:
Anggota Tim :
(a) Anggota Tim
a. Nama Lengkap : Ir. Aos, M.P.
b. N I P : 111 000008
c. Pangkat/Golongan : III-c
d. Jabatan : Lektor
e. Fakultas/Sekolah & Prodi : SITH
f. Kelompok Keahlian : Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk (ABT)
g. Alamat Kantor/Telp/Fax/E-mail : Jl. Ganesha No. 10 40132 Tel. 022-2500258 sith@itb.ac.id
h. Alamat Rumah/Telp/Fax/E-mail : Griya Taman Lestari C1 No 17, Desa Gudang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang-Jawa Barat 45362, Telp.081321470911/ aos@sith.itb.ac.id.
(b) Mitra Lokal
a. Nama : 1. Kelompok Tani Mandiri Prima
2. Kelompok Tani Mitra Abadi
b. Alamat : Desa Sukawangi, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang
Latar Belakang Masalah yang ditangani:
Cabai merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi, berfluktuasi dan dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat atau petani. Luas panen cabai besar di Indonesia mengalami kenaikan dari 121.063 pada tahun 2010 menjadi 128.734 pada tahun 2015 dengan tingkat pertumbuhan luas panen sebesar 3,73 %, sedangkan luas panen cabai rawit juga mengalami kenaikan yaitu pada tahun 2010 seluas 118.707 ha menjadi 134.882 ha pada tahun 2014 dengan rata-rata pertumbuhan luas panen sebesar 7,80 % (BPS, 2015).
Produksi cabai besar segar dengan tangkai tahun 2014 sebesar 1,075 juta ton. Dibandingkan tahun 2013, terjadi kenaikan produksi sebesar 61,73 ribu ton (6,09 persen). Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan produktivitas sebesar 0,19 ton per hektar (2,33 persen) dan peningkatan luas panen sebesar 4,62 ribu hektar (3,73 persen) dibandingkan tahun 2013. Produksi cabai rawit segar dengan tangkai tahun 2014 sebesar 0,800 juta ton. Dibandingkan tahun 2013, terjadi kenaikan produksi sebesar 86,98 ribu ton (12,19 persen). Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan produktivitas sebesar 0,23 ton per hektar (4,04 persen) dan peningkatan luas panen sebesar 9,76 ribu hektar (7,80 persen) dibandingkan tahun 2013.
Kegiatan budidaya tanaman cabai di Jawa Barat banyak dilakukan pada sentra-sentra sayuran dengan sebaran lokasi dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Kecamatan Tanjungsari dengan ketinggian tempat sekitar 850 m dpl, merupakan salah satu sentra sayuran yang terdapat di Kabupaten Sumedang- Jawa Barat. Nilai ekonomis yang tinggi, dan permintaan yang terus meningkat menjadi salah satu faktor penarik tingginya minat petani untuk melakukan budidaya tanaman ini.
Luas areal pertanaman cabai di Kecamatan Tanjungsari bervariasi, karena tanaman cabai banyak ditanam baik secara monokultur maupun ditumpangsarikan dengan tanaman sayuran lainnya (tumpangsari cabe dengan tomat, cabe dengan kubis, cabe dengan bawang merah dll.). Salah satu kendala utama dalam budidaya cabe yang di hadapi petani adalah semakin tingginya intensitas serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Serangan lalat buah (Bactrocera spp.) dan ulat Bor merupakan salah satu OPT yang sangat merugikan (Sigi lapangan, 2014, dan 2015.
Lalat buah, Bactrocera spp. (Diptera : Tephritidae) merupakan salah satu hama potensial yang sangat merugikan produksi buah-buahan dan sayuran, baik secara kuantitas maupun kualitas (Rouse et al., 2005; Copeland et al., 2006). Hama ini menjadi hama kunci (key pest) pada buah-buahan di seluruh dunia (Pena, et al., 1998; Vargas et al., 2005), termasuk di Indonesia (Sodiq, 1993; Iwahashi et al., 1999; Soesilohadi, 2002; Siwi dkk., 2006; Susanto & Syamsudin, 2008). Bactrocera dorsalis adalah yang paling banyak menimbulkan kerugian. Kerusakan buah dapat mencapai 100% (White dan Elson-Harris, 1992; Sodiq, 1993; Soesilohadi, 2002; USDA-ARS, 2002; Revis et al., 2004; Robacker et al., 2005). Berdasarkan PP Nomor 14 Tahun 2002, lalat buah termasuk Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di wilayah Negara Republik Indonesia (Iwantoro, 2005; Suwanda, 2005).
Pengendalian yang dilakukan oleh petani sampai saat ini membutuhkan biaya pengendalian yang cukup tinggi dan kurang memberikan hasil yang memuaskan. Berdasarkan hasil wawancara dan temuan di lapangan dari TIM Peneneliti di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2015, biaya pengendalian hama pada tanaman cabai dengan menggunakan pestisida dapat mencapai Rp 7.931.548 per hektar dengan asumsi 30 % untuk pengendalian lalat buah biaya yang dibutuhkan dapat mencapai Rp 2.379.464 per hektar. Selain tingginya biaya yang dibutuhkan, pengendalian dengan insektisida sintetis memberikan dampak negatif yang cukup serius, karena sebagian cairan tidak mengenai sasaran sehingga terjadi pemborosan dan tidak ra. Insektisida sintetis menyebabkan terbunuhnya serangga berguna/bukan sasaran, termasuk penyerbuk ataupun musuh alami hama itu sendiri (Kardinan, 2009).
Cara lain pengendalian lalat buah yang sekarang ini banyak dilakukan adalah menggunakan perangkap dengan senyawa pemikat atau atraktan. Atraktan yang sering digunakan adalah metil eugenol yang dapat menarik lalat buah jantan. Syamsudin et al. (2010) menyatakan, bahwa metil eugenol efektif sebagai atraktan untuk lalat buah jantan. Salah satu sumber metil eugenol adalah tanaman selasih. Daya tangkap minyak selasih terhadap lalat buah tidak jauh berbeda dibandingkan dengan atraktan kimia yaitu petrogenol dan bahan lainnya yang bersifat atraktan (Susanto & Syamsudin, 2008).
Kondisi Masyarakat sebelum Pelaksanaan:
Dari uraian di atas dapat diidentifikasi yang menjadi permasalahan mitra yang utama adalah :
1. Petani cabai belum mengenal bahwa salah satu hama utama cabai adalah lalat buah
2. Petani menghadapi masalah serius dengan adanya serangan lalat buah, yang menyerang mulai dari lapangan sampai di tempat penyimpanan/dagangan.
3. Pengendalian yang dilakukan sampai saat ini belum optimal.
4. Secara umum, pengendalian lalat buah masih menggunakan insektisida.
5. Petani belum mengenal dengan baik pengendalian yang ramah lingkungan dengan atraktan alami.
6. Pengendalian belum dilaksanakan secara serempak, dosis belum tepat, jenis dan pemasangan perangkap belum tepat.
Lingkup Pelaksanaan :
Kegiatan pengabdian pada masyarakat meliputi :
1) Ceramah dan diskusi
2) Pelatihan
3) Pemasangan pengamatan hasil perangkapanan
4) Evaluasi dan monitoring
Deskripsi dan Foto Kegiatan:
Gambar 1. Peta Lokasi Kegiatan PKM ”Diseminasi Teknologi Pengendalian Lalat Buah Pada Tanaman Cabai dengan Pestisida Nabati”
Telah dilakukan kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat dengan jumlah peserta yang terlibat sekitar 30 orang yaitu 15 orang petani yang tergabung dalam Kelompok Tani “Karya Mandiri Prima” dan dan 15 orang petani yang tergabung dalam kelompok tani “Mitra Abadi”. Kedua kelompok tani tersebut berlokasi di Dusun Margabakti, Desa Sukawangi, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang (Gambar 2). Pada kegiatan tersebut telah dilakukan :
Gambar 2. Sekretariat Kelompok Tani (Lokasi Kegiatan PPM)
a) penjelasan dan diskusi mengenai ekologi dan biologi lalat buah serta ciri dan gejala serangannya (Gambar 3 dan 4)
Gambar 3 Ceramah dan Diskusi mengenai Ekologi dan biologi serta pengendalian lalat buah
b) ceramah dan diskusi mengenai kegiatan pengendalian lalat buah yang telah dilakukan petani dan alternatif pengendalian lalat buah yang ramah lingkungan (Gambar 3 dan 4)
Gambar 4. Kelompok diskusi pengendalian lalat buah
c) Pelatihan pembuatan perangkap dari botol air mineral bekas dan penjelasan cara kerja (Gambar 5)
Gambar 5. Pelatihan pembuatan umpan dan perangkap lalat buah
d) Penjelasan dan penanaman benih selasih sebagai bahan pestisida nabati untuk zat penarik lalat buah yang merupakan sumberdaya yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk pengendalian lalat buah (Gambar 6).
Gambar 6. Penyemaian benih selasih
e) Penjelasan dan pelatihan pemasangan pemasangan perangkap yang tepat (waktu dan ketinggian) serta lama penggantian perangkap. Lokasi pemasangan di lakukan pada kebun cabai petani anggota kelompok tani Karya Mandiri Prima dan Mitra Abadi yang beralamat di Desa Sukawangi, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Lokasi pemasangan terdiri dari kebun cabai yang ditanam secara monokultur maupun tumpangsari dan pada beberapa fase pertumbuhan tanaman (vegetatif awal, vegetatif akhir, buah cabai muda, buah cabai tua) (Sebaran lokasi perangkapan tersaji pada Gambar 1)
f) pengamatan hasil tangkapan pada masing-masing perangkap yang dipasang para petani sehingga bisa mengetahui efektifitas dan efisiensi dari pengendalian lalat buah dengan pestisida nabati ini (Gambar 7). Dengan bukti tersebut para petani sudah mulai menyadari bahwa penggunaan pestida nabati ini dapat mengurangi penggunaan dan ketergantungan petani terhadap pestisida an organik yang dapat berdampak negatif terhadap kualitas produk pertanian, petani, maupun lingkungan dan dapat menekan /mengurangi biaya pengendalian hama.
Gambar 7. jumlah lalat buah yang terperangkap selama kegiatan pengabdian pada masyarakat (Jumlah lalat buah yang terperangkap = 5252 ekor)
Testimoni:
Petani yang menjadi mitra dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat berpendapat bahwa pengendalian lalat buah menggunakan zat penarik yang dilakukan menunjukkan lebih efektif, dan mudah yang terbukti dari banyaknya lalat buah yang terperangkap. Para petani berharap agar kegiatan pengabdian ini dilanjutkan untuk lebih meningkatkan dan menyebarkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengendalian khususnya lalat buah termasuk hama sayuran lainnya pada petani lainnya.
Penanggung Jawab:
Prof. Dr. Tati Suryati Syamsudin, DEA.
Nomor Pegawai:
195703261983032001
Email Penanggung Jawab:
Tahun Pelaksanaan:
2016
Sumber Pembiayaan:
ITB
Informasi Tim Pelaksana:
Anggota Tim :
(a) Anggota Tim
a. Nama Lengkap : Ir. Aos, M.P.
b. N I P : 111 000008
c. Pangkat/Golongan : III-c
d. Jabatan : Lektor
e. Fakultas/Sekolah & Prodi : SITH
f. Kelompok Keahlian : Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk (ABT)
g. Alamat Kantor/Telp/Fax/E-mail : Jl. Ganesha No. 10 40132 Tel. 022-2500258 sith@itb.ac.id
h. Alamat Rumah/Telp/Fax/E-mail : Griya Taman Lestari C1 No 17, Desa Gudang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang-Jawa Barat 45362, Telp.081321470911/ aos@sith.itb.ac.id.
(a) Anggota Tim
a. Nama Lengkap : Ir. Aos, M.P.
b. N I P : 111 000008
c. Pangkat/Golongan : III-c
d. Jabatan : Lektor
e. Fakultas/Sekolah & Prodi : SITH
f. Kelompok Keahlian : Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk (ABT)
g. Alamat Kantor/Telp/Fax/E-mail : Jl. Ganesha No. 10 40132 Tel. 022-2500258 sith@itb.ac.id
h. Alamat Rumah/Telp/Fax/E-mail : Griya Taman Lestari C1 No 17, Desa Gudang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang-Jawa Barat 45362, Telp.081321470911/ aos@sith.itb.ac.id.
(b) Mitra Lokal
a. Nama : 1. Kelompok Tani Mandiri Prima
2. Kelompok Tani Mitra Abadi
b. Alamat : Desa Sukawangi, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang
a. Nama : 1. Kelompok Tani Mandiri Prima
2. Kelompok Tani Mitra Abadi
b. Alamat : Desa Sukawangi, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang
Latar Belakang Masalah yang ditangani:
Cabai merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi, berfluktuasi dan dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat atau petani. Luas panen cabai besar di Indonesia mengalami kenaikan dari 121.063 pada tahun 2010 menjadi 128.734 pada tahun 2015 dengan tingkat pertumbuhan luas panen sebesar 3,73 %, sedangkan luas panen cabai rawit juga mengalami kenaikan yaitu pada tahun 2010 seluas 118.707 ha menjadi 134.882 ha pada tahun 2014 dengan rata-rata pertumbuhan luas panen sebesar 7,80 % (BPS, 2015).
Produksi cabai besar segar dengan tangkai tahun 2014 sebesar 1,075 juta ton. Dibandingkan tahun 2013, terjadi kenaikan produksi sebesar 61,73 ribu ton (6,09 persen). Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan produktivitas sebesar 0,19 ton per hektar (2,33 persen) dan peningkatan luas panen sebesar 4,62 ribu hektar (3,73 persen) dibandingkan tahun 2013. Produksi cabai rawit segar dengan tangkai tahun 2014 sebesar 0,800 juta ton. Dibandingkan tahun 2013, terjadi kenaikan produksi sebesar 86,98 ribu ton (12,19 persen). Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan produktivitas sebesar 0,23 ton per hektar (4,04 persen) dan peningkatan luas panen sebesar 9,76 ribu hektar (7,80 persen) dibandingkan tahun 2013.
Kegiatan budidaya tanaman cabai di Jawa Barat banyak dilakukan pada sentra-sentra sayuran dengan sebaran lokasi dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Kecamatan Tanjungsari dengan ketinggian tempat sekitar 850 m dpl, merupakan salah satu sentra sayuran yang terdapat di Kabupaten Sumedang- Jawa Barat. Nilai ekonomis yang tinggi, dan permintaan yang terus meningkat menjadi salah satu faktor penarik tingginya minat petani untuk melakukan budidaya tanaman ini.
Luas areal pertanaman cabai di Kecamatan Tanjungsari bervariasi, karena tanaman cabai banyak ditanam baik secara monokultur maupun ditumpangsarikan dengan tanaman sayuran lainnya (tumpangsari cabe dengan tomat, cabe dengan kubis, cabe dengan bawang merah dll.). Salah satu kendala utama dalam budidaya cabe yang di hadapi petani adalah semakin tingginya intensitas serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Serangan lalat buah (Bactrocera spp.) dan ulat Bor merupakan salah satu OPT yang sangat merugikan (Sigi lapangan, 2014, dan 2015.
Lalat buah, Bactrocera spp. (Diptera : Tephritidae) merupakan salah satu hama potensial yang sangat merugikan produksi buah-buahan dan sayuran, baik secara kuantitas maupun kualitas (Rouse et al., 2005; Copeland et al., 2006). Hama ini menjadi hama kunci (key pest) pada buah-buahan di seluruh dunia (Pena, et al., 1998; Vargas et al., 2005), termasuk di Indonesia (Sodiq, 1993; Iwahashi et al., 1999; Soesilohadi, 2002; Siwi dkk., 2006; Susanto & Syamsudin, 2008). Bactrocera dorsalis adalah yang paling banyak menimbulkan kerugian. Kerusakan buah dapat mencapai 100% (White dan Elson-Harris, 1992; Sodiq, 1993; Soesilohadi, 2002; USDA-ARS, 2002; Revis et al., 2004; Robacker et al., 2005). Berdasarkan PP Nomor 14 Tahun 2002, lalat buah termasuk Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di wilayah Negara Republik Indonesia (Iwantoro, 2005; Suwanda, 2005).
Pengendalian yang dilakukan oleh petani sampai saat ini membutuhkan biaya pengendalian yang cukup tinggi dan kurang memberikan hasil yang memuaskan. Berdasarkan hasil wawancara dan temuan di lapangan dari TIM Peneneliti di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2015, biaya pengendalian hama pada tanaman cabai dengan menggunakan pestisida dapat mencapai Rp 7.931.548 per hektar dengan asumsi 30 % untuk pengendalian lalat buah biaya yang dibutuhkan dapat mencapai Rp 2.379.464 per hektar. Selain tingginya biaya yang dibutuhkan, pengendalian dengan insektisida sintetis memberikan dampak negatif yang cukup serius, karena sebagian cairan tidak mengenai sasaran sehingga terjadi pemborosan dan tidak ra. Insektisida sintetis menyebabkan terbunuhnya serangga berguna/bukan sasaran, termasuk penyerbuk ataupun musuh alami hama itu sendiri (Kardinan, 2009).
Cara lain pengendalian lalat buah yang sekarang ini banyak dilakukan adalah menggunakan perangkap dengan senyawa pemikat atau atraktan. Atraktan yang sering digunakan adalah metil eugenol yang dapat menarik lalat buah jantan. Syamsudin et al. (2010) menyatakan, bahwa metil eugenol efektif sebagai atraktan untuk lalat buah jantan. Salah satu sumber metil eugenol adalah tanaman selasih. Daya tangkap minyak selasih terhadap lalat buah tidak jauh berbeda dibandingkan dengan atraktan kimia yaitu petrogenol dan bahan lainnya yang bersifat atraktan (Susanto & Syamsudin, 2008).
Produksi cabai besar segar dengan tangkai tahun 2014 sebesar 1,075 juta ton. Dibandingkan tahun 2013, terjadi kenaikan produksi sebesar 61,73 ribu ton (6,09 persen). Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan produktivitas sebesar 0,19 ton per hektar (2,33 persen) dan peningkatan luas panen sebesar 4,62 ribu hektar (3,73 persen) dibandingkan tahun 2013. Produksi cabai rawit segar dengan tangkai tahun 2014 sebesar 0,800 juta ton. Dibandingkan tahun 2013, terjadi kenaikan produksi sebesar 86,98 ribu ton (12,19 persen). Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan produktivitas sebesar 0,23 ton per hektar (4,04 persen) dan peningkatan luas panen sebesar 9,76 ribu hektar (7,80 persen) dibandingkan tahun 2013.
Kegiatan budidaya tanaman cabai di Jawa Barat banyak dilakukan pada sentra-sentra sayuran dengan sebaran lokasi dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Kecamatan Tanjungsari dengan ketinggian tempat sekitar 850 m dpl, merupakan salah satu sentra sayuran yang terdapat di Kabupaten Sumedang- Jawa Barat. Nilai ekonomis yang tinggi, dan permintaan yang terus meningkat menjadi salah satu faktor penarik tingginya minat petani untuk melakukan budidaya tanaman ini.
Luas areal pertanaman cabai di Kecamatan Tanjungsari bervariasi, karena tanaman cabai banyak ditanam baik secara monokultur maupun ditumpangsarikan dengan tanaman sayuran lainnya (tumpangsari cabe dengan tomat, cabe dengan kubis, cabe dengan bawang merah dll.). Salah satu kendala utama dalam budidaya cabe yang di hadapi petani adalah semakin tingginya intensitas serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Serangan lalat buah (Bactrocera spp.) dan ulat Bor merupakan salah satu OPT yang sangat merugikan (Sigi lapangan, 2014, dan 2015.
Lalat buah, Bactrocera spp. (Diptera : Tephritidae) merupakan salah satu hama potensial yang sangat merugikan produksi buah-buahan dan sayuran, baik secara kuantitas maupun kualitas (Rouse et al., 2005; Copeland et al., 2006). Hama ini menjadi hama kunci (key pest) pada buah-buahan di seluruh dunia (Pena, et al., 1998; Vargas et al., 2005), termasuk di Indonesia (Sodiq, 1993; Iwahashi et al., 1999; Soesilohadi, 2002; Siwi dkk., 2006; Susanto & Syamsudin, 2008). Bactrocera dorsalis adalah yang paling banyak menimbulkan kerugian. Kerusakan buah dapat mencapai 100% (White dan Elson-Harris, 1992; Sodiq, 1993; Soesilohadi, 2002; USDA-ARS, 2002; Revis et al., 2004; Robacker et al., 2005). Berdasarkan PP Nomor 14 Tahun 2002, lalat buah termasuk Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di wilayah Negara Republik Indonesia (Iwantoro, 2005; Suwanda, 2005).
Pengendalian yang dilakukan oleh petani sampai saat ini membutuhkan biaya pengendalian yang cukup tinggi dan kurang memberikan hasil yang memuaskan. Berdasarkan hasil wawancara dan temuan di lapangan dari TIM Peneneliti di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2015, biaya pengendalian hama pada tanaman cabai dengan menggunakan pestisida dapat mencapai Rp 7.931.548 per hektar dengan asumsi 30 % untuk pengendalian lalat buah biaya yang dibutuhkan dapat mencapai Rp 2.379.464 per hektar. Selain tingginya biaya yang dibutuhkan, pengendalian dengan insektisida sintetis memberikan dampak negatif yang cukup serius, karena sebagian cairan tidak mengenai sasaran sehingga terjadi pemborosan dan tidak ra. Insektisida sintetis menyebabkan terbunuhnya serangga berguna/bukan sasaran, termasuk penyerbuk ataupun musuh alami hama itu sendiri (Kardinan, 2009).
Cara lain pengendalian lalat buah yang sekarang ini banyak dilakukan adalah menggunakan perangkap dengan senyawa pemikat atau atraktan. Atraktan yang sering digunakan adalah metil eugenol yang dapat menarik lalat buah jantan. Syamsudin et al. (2010) menyatakan, bahwa metil eugenol efektif sebagai atraktan untuk lalat buah jantan. Salah satu sumber metil eugenol adalah tanaman selasih. Daya tangkap minyak selasih terhadap lalat buah tidak jauh berbeda dibandingkan dengan atraktan kimia yaitu petrogenol dan bahan lainnya yang bersifat atraktan (Susanto & Syamsudin, 2008).
Kondisi Masyarakat sebelum Pelaksanaan:
Dari uraian di atas dapat diidentifikasi yang menjadi permasalahan mitra yang utama adalah :
1. Petani cabai belum mengenal bahwa salah satu hama utama cabai adalah lalat buah
2. Petani menghadapi masalah serius dengan adanya serangan lalat buah, yang menyerang mulai dari lapangan sampai di tempat penyimpanan/dagangan.
3. Pengendalian yang dilakukan sampai saat ini belum optimal.
4. Secara umum, pengendalian lalat buah masih menggunakan insektisida.
5. Petani belum mengenal dengan baik pengendalian yang ramah lingkungan dengan atraktan alami.
6. Pengendalian belum dilaksanakan secara serempak, dosis belum tepat, jenis dan pemasangan perangkap belum tepat.
1. Petani cabai belum mengenal bahwa salah satu hama utama cabai adalah lalat buah
2. Petani menghadapi masalah serius dengan adanya serangan lalat buah, yang menyerang mulai dari lapangan sampai di tempat penyimpanan/dagangan.
3. Pengendalian yang dilakukan sampai saat ini belum optimal.
4. Secara umum, pengendalian lalat buah masih menggunakan insektisida.
5. Petani belum mengenal dengan baik pengendalian yang ramah lingkungan dengan atraktan alami.
6. Pengendalian belum dilaksanakan secara serempak, dosis belum tepat, jenis dan pemasangan perangkap belum tepat.
Lingkup Pelaksanaan :
Kegiatan pengabdian pada masyarakat meliputi :
1) Ceramah dan diskusi
2) Pelatihan
3) Pemasangan pengamatan hasil perangkapanan
4) Evaluasi dan monitoring
1) Ceramah dan diskusi
2) Pelatihan
3) Pemasangan pengamatan hasil perangkapanan
4) Evaluasi dan monitoring
Deskripsi dan Foto Kegiatan:
Gambar 1. Peta Lokasi Kegiatan PKM ”Diseminasi Teknologi Pengendalian Lalat Buah Pada Tanaman Cabai dengan Pestisida Nabati”
Telah dilakukan kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat dengan jumlah peserta yang terlibat sekitar 30 orang yaitu 15 orang petani yang tergabung dalam Kelompok Tani “Karya Mandiri Prima” dan dan 15 orang petani yang tergabung dalam kelompok tani “Mitra Abadi”. Kedua kelompok tani tersebut berlokasi di Dusun Margabakti, Desa Sukawangi, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang (Gambar 2). Pada kegiatan tersebut telah dilakukan :
Gambar 2. Sekretariat Kelompok Tani (Lokasi Kegiatan PPM)
a) penjelasan dan diskusi mengenai ekologi dan biologi lalat buah serta ciri dan gejala serangannya (Gambar 3 dan 4)
Gambar 3 Ceramah dan Diskusi mengenai Ekologi dan biologi serta pengendalian lalat buah
b) ceramah dan diskusi mengenai kegiatan pengendalian lalat buah yang telah dilakukan petani dan alternatif pengendalian lalat buah yang ramah lingkungan (Gambar 3 dan 4)
Gambar 4. Kelompok diskusi pengendalian lalat buah
c) Pelatihan pembuatan perangkap dari botol air mineral bekas dan penjelasan cara kerja (Gambar 5)
Gambar 5. Pelatihan pembuatan umpan dan perangkap lalat buah
d) Penjelasan dan penanaman benih selasih sebagai bahan pestisida nabati untuk zat penarik lalat buah yang merupakan sumberdaya yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk pengendalian lalat buah (Gambar 6).
Gambar 6. Penyemaian benih selasih
e) Penjelasan dan pelatihan pemasangan pemasangan perangkap yang tepat (waktu dan ketinggian) serta lama penggantian perangkap. Lokasi pemasangan di lakukan pada kebun cabai petani anggota kelompok tani Karya Mandiri Prima dan Mitra Abadi yang beralamat di Desa Sukawangi, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Lokasi pemasangan terdiri dari kebun cabai yang ditanam secara monokultur maupun tumpangsari dan pada beberapa fase pertumbuhan tanaman (vegetatif awal, vegetatif akhir, buah cabai muda, buah cabai tua) (Sebaran lokasi perangkapan tersaji pada Gambar 1)
f) pengamatan hasil tangkapan pada masing-masing perangkap yang dipasang para petani sehingga bisa mengetahui efektifitas dan efisiensi dari pengendalian lalat buah dengan pestisida nabati ini (Gambar 7). Dengan bukti tersebut para petani sudah mulai menyadari bahwa penggunaan pestida nabati ini dapat mengurangi penggunaan dan ketergantungan petani terhadap pestisida an organik yang dapat berdampak negatif terhadap kualitas produk pertanian, petani, maupun lingkungan dan dapat menekan /mengurangi biaya pengendalian hama.
Gambar 7. jumlah lalat buah yang terperangkap selama kegiatan pengabdian pada masyarakat (Jumlah lalat buah yang terperangkap = 5252 ekor)
Testimoni:
Petani yang menjadi mitra dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat berpendapat bahwa pengendalian lalat buah menggunakan zat penarik yang dilakukan menunjukkan lebih efektif, dan mudah yang terbukti dari banyaknya lalat buah yang terperangkap. Para petani berharap agar kegiatan pengabdian ini dilanjutkan untuk lebih meningkatkan dan menyebarkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengendalian khususnya lalat buah termasuk hama sayuran lainnya pada petani lainnya.
Komentar
Posting Komentar